
Bangsa Amerika memang jagoan "menjual" apa yang dimilikinya. Malahan sering mereka menjual apa yang mereka tidak miliki. Banyak program TV dari sana yang sejatinya biasa-biasa saja, dikemas begitu indah, dijual dengan label yang menggiurkan, dan harga mahal. Oprah Winfrey, American Idol, Ripley's – Believe It or Not, dan Family 100 adalah contoh-contoh acara TV yang kalau dikaji sungguh-sungguh, bermutu biasa-biasa saja, tetapi berhasil menyedot penonton yang luar biasa banyak, termasuk di Indonesia. Masih banyak program TV nasional yang diambil dari acara TV Amerika, sebagian dalam bentuk franchise, sebagian dibajak tanpa izin. Mereka sukses besar karena Great Marketing. Aa Gym, Ary Ginanjar dan Mario Teguh adalah contoh inspirator kita, yang malang-melintang di dalam negeri tetapi tidak ada yang mendunia, go international, seperti Stephen Covey. Ketika setiap tahun Covey menjual ratusan ribu buku, ribuan video, ratusan program pelatihan dan menengguk jutaan dolar sebagai royalti ke seluruh dunia, Aa Gym hanya berkutat dengan bisnis Managemen Qalbu yang justru malah mengecil, Ary Ginanjar bahkan tak mampu menguasai pasar Malaysia sekalipun dan Mario Teguh hanya berjaya di Golden Way nya Metro TV. Mengapa demikian? Mengapa kita tidak bisa jualan dengan cantik, jualan yang cerdas, jualan yang mengandung art dan jualan dengan sukses yang luar biasa?
Paling tidak ada 2 hal yang menyebabkan kita sebagai bangsa menjadi poor marketer. Pertama adalah karena kita tidak mempunyai budaya jualan. Kita bukan bangsa Marketing, dan kita justru sering meremehkan nilai ini. Budaya Jawa (baca : Indonesia) menempatkan andap asor ( rendah hati), tepa slira (tenggang rasa) dan ojo nggege mangsa (jangan mengharapkan sesuatu yang akan terjadi di masa depan) sebagai nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi, nilai-nilai mulia yang sering berbenturan dengan prinsip Marketing yang sukses. Budaya Jawa juga menganggap bahwa perilaku ngaku-aku (menonjolkan diri sendiri) sebagai saru (tidak pantas, tidak sopan), padahal Marketing Art menuntut sikap ini sebagai cara memuluskan proses jualan. Yang kedua adalah sistem pendidikan. Ketika murid-murid di Barat dibiasakan berbicara didepan umum, diajarkan selalu menulis apa yang ada di dalam pikirannya, dan harus spontan berpendapat, anak-anak kita dicekoki dengan cara one way communication. Berbeda pendapat dengan pakem sang guru dianggap salah dan diberi nilai nol. Protes dianggap berdosa dan pelajaran Mengarang dan Bercerita jarang diberikan. Guru, dan juga orang tua dan atasan, dianggap sebagai Can do no wrong, atau mereka yang tidak mungkin salah dan tak terbantahkan, sangat represif.
Kalaupun kedua handicap diatas bisa diatasi, prinsip Marketing yang baik tetap harus dijalankan, yaitu : apa yang anda jual. Percuma anda mahir ilmu menjual, kalau isi jualannya barang rongsokan, barang abal-abal. Sekali lagi, content adalah mutlak, isi harus istimewa. Mutu adalah nomer satu, baru anda akan PD dengan apa yang menjadi milik anda. Kalau semua itu dibungkus dengan cara Marketing yang cantik, yang piawai, yang elegan maka akan lengkap proses keberhasilan anda. Peter Drucker bahkan mengatakan bahwa "Semua perusahaan bisnis hanya punya dua fungsi utama : Marketing dan Inovasi".
Ketidak mampuan menjalankan fungsi Marketing, tidak hanya dalam skala perusahaan, tetapi juga dialami oleh banyak pekerja dalam perusahaan itu sendiri. Banyak professional yang mempunyai banyak ide yang brilian tetapi jarang yang mampu menjabarkan kedalam "bahasa" yang pas, yang proporsional, apalagi memikat dan menggunakan media yang tepat. Bagaimana atasan, pelanggan, atau bahkan share holder bisa menangkap apa yang diusulkan bila ide itu tidak dimanifestasikan dengan benar. Para Engineer mati langkah ketika mereka selesai melakukan study nya, dan atasan tidak bisa memunculkan anak buahnya yang performed ke level yang lebih tinggi ketika forced ranking dilakukan. Bagaimana imej perusahaan bisa tercipta ketika para eksekutif didalamnya lebih memilih untuk selalu low profile, introvert dan be shy. Marketing adalah seni, sekaligus ilmu yang bisa dipelajari, meskipun sangat kental berlatar belakang budaya dan pendidikan. Jual ide anda, jual kompetensi anda, karena itu akan membuat anda berada ditingkat yang lebih tinggi. You are responsible for marketing your own self.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar