Selasa, 27 April 2010

Kecerdasan dan Kesuksesan

“Saudara-saudara, sebagai tamu istimewa malam ini, kita panggil Christoper Langan”. Demikian Bob Saget, pembaca acara mashur membuka kuis One versus One Hundred, di salah satu stasiun TV Amerika, tahun 2008. Kuis ini sangat digemari di Amerika, karena secara sangat ketat mempertandingkan seseorang yang dinilai sangat-sangat cerdas melawan seratus orang yang mempunyai kecerdasan diatas rata-rata. “Gerombolan” seratus orang tadi disebut mob. Pertandingannya adalah, Bob Saget, sebagai pembawa acara, memberikan sebanyak mungkin pertanyaan dan secara berebut dijawab oleh “sang sangat cerdas” atau mob, siapa yang lebih dahulu. Mereka memperebutkan hadiah US$ 1 juta, atau hampir Rp 10 milyar. Chris Langan mempunyai IQ = 195, atau hampir dua kali dibanding rata-rata orang normal yang biasanya hanya mempunyai 100-110. Chris bahkan mengungguli Einstein, yang “hanya” ber IQ = 150. Akhirnya Chris memang memenangi pertandingan ini dengan membawa uang “hanya” US$ 250 ribu atau hampir Rp 2,5 milyar.


Cerita tentang Chris Langan memang tidak sampai disitu. Chris ternyata seorang dengan IQ sangat-sangat tinggi, yang jauh dari kesuksesan. Chris tidak mempunyai gelar apapun, tidak mempunyai profesi tetap dan bahkan tidak mendekati suatu predikat kesuksesan seperti yang dimiliki Einstein, atau bapak bisnis komputer dunia Bill Gates (Microsoft) atau Bill Joy (Sun Microsystem). Chris hanya menjadi “manusia biasa” dengan penampilan yang serba tanggung.



“Kesialan” Chris sebagai orang yang sangat berbakat berbeda dengan perjalanan seorang tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia, Haji Agus Salim. Meskipun IQ nya belum pernah diukur, Pa’ce, demikian anak-cucunya biasa memanggil dengan akrab, juga mempunyai bakat yang sangat-sangat luar biasa. Kalau Chris mempunyai bakat yang tinggi dalam kecerdasan matematik, dan logika, Haji Agus Salim mempunyai kehebatan kecerdasan Linguistik. Mashudul Haq, begitu nama kecil Haji Agus Salim yang lahir di Kota Gadang, Sumatera Barat, menguasai paling tidak tujuh bahasa asing, yaitu Belanda, Inggris, Jerman, Perancis, Jepang, Arab dan Turki, dan beberapa bahasa daerah. Lebih hebat lagi, dia belajar tanpa guru, otodidak. Konon, begitu Pa’ce mendengar orang berbahasa asing atau daerah yang belum dikuasai, dan Pa’ce ingin menguasainya, maka dalam waktu yang relatif singkat, Pa’ce sudah bisa mengerti apa yang diucapkan orang tersebut. Haji Agus Salim bisa bicara dalam bahasa asing, seperti native speaker, tanpa meninggalkan kesan bahwa bahasa tersebut bukan bahasa ibunya. Selain kecerdasan Lingusitik, Pa’ce juga dikarunia kecerdasan Inter dan Intra-personal. Hanya saja, berbeda dengan Chris, Haji Agus Salim akhirnya sukses. Namanya digunakan sebagai nama jalan dibanyak kota besar di Indonesia dan menjadi menteri luar negeri yang dikenal sebagai jago diplomasi dikalangan diplomat internasional. Sekali lagi, tanpa pernah belajar secara resmi dan mempunyai guru untuk itu. Bakat yang hebat membawa kepada kesuksesan.



Ada satu lagi nama yang mewakili generasi kini Indonesia, yang pantas disebut disini karena bakatnya yang luar biasa. Dia adalah Ahmad Dhani. Dhani, pentolan grup Dewa 19, mempunyai kecerdasan musikal yang luar biasa. Dia terkenal sebagai seorang pencipta lagu, pengorbit bintang baru dan pemusik handal. Usianya masih sangat muda, 37 tahun, tapi selebritis yang penuh percaya diri dan bertangan dingin tersebut, sangat kaya raya dan disegani dunia permusikan Indonesia. Konon, ketika dia merayakan ulang tahun yang ke 35, lima duta besar negara asing hadir dalam pesta tersebut. Majalah gosip memberitakan bahwa Dhani baru saja membeli sebuah mobil Jeep Hummer, seharga Rp 8 milyar, khusus untuk ketiga anak laki-lakinya. Dhani memang tidak mempunyai pendidikan khusus secara formal, baik musik maupun umum, juga dia tidak pernah mengumumkan berapa IQ nya, tetapi bakat musikal plus kecerdasan intrapersonalnya membawa dia ke gerbang kesuksesan.



Lantas, faktor apa yang bisa membawa orang menuju kesuksesan? Chris Langan gagal meskipun dia mempunyai IQ yang luar biasa. Sementara, Haji Agus Salim dan Ahmad Dhani, yang tidak diketahui nilai IQ nya, melejit sampai puncak kesuksesan karena kecerdasan-kecerdasan luar biasa yang dimilikinya. Menurut Gardner (1990), kecerdasan atau bakat ternyata bisa bermacam-macam. Paling tidak, Gardner mencatat 9 kecerdasan yang bisa diidentifikasi, diantaranya adalah kecerdasan Logika-Matematika, Linguistik dan Musikal. Alat pengukur IQ hanya mencatat sebagian kecil dari kecerdasan-kecerdasan versi Gardner. Kecerdasan yang dimiliki Chris Langan ternyata berbeda dengan kecerdasan Haji Agus Salim dan Ahmad Dhani. Mereka sama-sama sangat cerdas, hanya dalam bidang yang berbeda-beda. Oleh karenanya, jangan anda kecil hati kalau putera atau puteri atau anak buah anda mempunyai IQ dibawah rata-rata, karena sangat mungkin dia mempunyai kecerdasan lain yang tidak mampu diidentifikasi oleh alat ukur IQ. Penerimaan pekerja dengan mengandalkan nilai IQ atau test Potensi Akademik bisa jadi menyesatkan.



Masalahnya adalah, apakah seseorang yang, katakanlah, memiliki kecerdasan yang tinggi dapat dipastikan meraih kesuksesan? Kisah Chris Langan menerangkan sebaliknya. Psikolog yang lagi in saat ini, Fred Luthans (2010), membawa teori tentang apa yang disebut sebagai Psychological Capital, yang terdiri dari hope, efficacy (kemampuan seseorang untuk menimbulkan suatu efek), resiliensy (tahan banting), dan optimism yang dianggap sebagai kunci kesuksesan. Sementara psikolog terkenal lainnya, Daniel Goleman (1995) mengistilahkan faktor kunci kesuksesan dengan istilah kecerdasan-emosional, atau EQ yang terdiri dari knowing and managing your emotions (pahami dan kelola emosi anda), motivating yourself (tumbuhkan motivasi diri) recognizing and understanding other people's emotions, (kenali dan pahami emosi sesama) dan managing relationships (kelola hubungan baik).



Seorang penulis tenar yang bukan psikolog, Gladwell (2008) mengatakan bahwa bakat atau kecerdasan bukan merupakan kata kunci kesuksesan. Masyarakat dianggap terlalu mendewakan kecerdasan dan mengabaikan faktor-faktor lain yang justru mengangkat orang untuk suatu hal yang disebut sukses. Suatu anggapan yang sering justru menuju ke kegagalan. Masih menurut Gladwell, faktor-faktor kesuksesan selain bakat yaitu kegigihan, kerja keras dan “siap menerima keberuntungan”. Yang terakhir ini memang kelihatan tidak ilmiah, dan berbau mistis. Tapi nampaknya Gladwell serius dan mencoba membuktikan melalui percobaan-percobaan empiris bahwa hal-hal yang semula dianggap nothing seperti siap untuk beruntung (dan bukan hanya : beruntung) justru membalikkan makna kecerdasan yang semula dianggap paling menentukan. Tanggal lahir merupakan salah satu faktor yang dicatat Gladwell ikut mempengaruhi keberuntungan, sementara asal-usul seseorang (jawa : bobot, bibit dan bebet) adalah faktor lainnya. Sebagai contoh, Chris Langan kebetulan dilahirkan dari keluarga yang sangat miskin dan berantakan (ibunya mempunyai 4 suami), sehingga penelitian Gladwell mengatakan bahwa kegagalan Chris merupakan buah dari ketidak beruntungannya. Adik tiri Chris, Jeff Langan, yang menyadari kehebatan kakaknya, mrinani (menyesalkan dan mengasihani) nasib Chris, mengatakan bahwa seandainya Chris lahir dari keluarga kaya dan harmonis, dia akan mampu menyabet 2 atau 3 gelar PhD, atau menjadi raja bisnis yang kaya raya yang terkenal di dunia. Sedikit keluar konteks, saya ingin mengartikan istilah “keberuntungan” dari sisi yang berbeda dan samar-samar teringat akan petuah pujangga besar Jawa dari Kasunanan Surakarta, Ronggowarsito (1802-1873), yang disyairkan dalam Serat Kalatid :



Amenangi jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Milu edan nora tahan
Yen tan milu anglakoni
Boya kaduman melik
Kaliren wekasanipun
Ndilalah karsa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada



Note :

1. Kisah-kisah tersebut diatas diambil dari pelbagai sumber

2. Dr Howard Gardner adalah guru besar di Harvard University dalam bidang Psikologi Pendidikan

3. Prof Dr Fred Luthans pernah menjadi guru besar Psikologi dan Leadership di US Military Academy, West Point

4. Malcolm Gladwell adalah penulis terkenal dari New York Times



4 komentar:

  1. Great ! Akan saya sebarkan juga infonya. Jangan lupa di-blog-networked liwat facebook.

    Dhe, spt di sms, buka account di kompasiana.com. Kirim satu2 dari segepok artikel disini. Sampeyan segera menikmati dampak positip tulisan sampeyan bagi orang lain.
    Wis tenan, aja kesuwen. Blog konvensional lagi sepi pasaran kalah karo fb.

    BalasHapus
  2. Arep tak broadcast neng fb group Kawruh Jawa.

    Saya di kompasiana = kompasiana.com\oomyon

    BalasHapus
  3. Sayangnya di negari tercinta ini kemampuan seseorang selalu diukur dengan hitam diatas putih, sebagai contoh kongkrit, biarpun mempunyai IQ setinggi langit atau katakanlah mempunyai kecerdasan dan ketrampilan diatas rata2, jika tidak punya ijazah ataupun sertifikat, tidak akan dihargai sebagaimana mestinya, celakanya lagi manusia2 yang tidak beruntung yang mungkin banyak terdapat di negeri ini tidak bisa meraih "keformalan" itu karena faktor ekonomi

    BalasHapus
  4. Pak Don, bolehkah saya share tulisan ini ?!

    BalasHapus