Selasa, 27 April 2010

Rudy Hartono

Kejuaraan All England 1972 di Birmingham – England, Rudy Hartono melawan Svend Pri, musuh bebuyutannya, di final. Set pertama, Rudy kalah 11-15, sedangkan set kedua, dia sudah tertinggal 1-14. Yah… satu poin lagi Rudy akan kalah dan gagal mempertahankan piala All England yang sdh empat kali digenggamnya berturut-turut. Ini adalah final yang paling menegangkan baginya, karena dia mempunyai target untuk merebut piala All England 8 kali berturut-turut.

Keadaannya berbalik 180 derajat. Dengan pelan tapi pasti, Rudy merebut satu demi satu poin, dan memaksa deuce, 14-14. Akhirnya Rudy memenangi set kedua 17-15 dan menutup set ketiga dengan gemilang. Piala All England berhasil direbutnya kembali. Menyusul 13 poin pada set kedua, yang sudah mencapai match poin, bukanlah seperti membalikkan telapak tangan. Belum pernah terjadi, final suatu kejuaraan bulutangkis sedemikan spektakuler dalam perjalanan angka demi angka. Rudy menang setelah sangat terdesak, dalam posisi angka yang begitu kritis, didepan mayoritas supporter lawan.


Dalam konferensi pers sesudah pengalungan medali, sambil tetap rendah hati, Rudy menyatakan bahwa dia hanya mengikuti nasehat seniornya, Ferry Sonneville. "Bila kamu sedang berada dalam keadaan kritis, jangan memikirkan apa yang dilakukan orang lain. Jangan hiraukan lawan, jangan dengar suara penonton, dan yang penting jangan berpikir kelemahan dan kekurangan orang lain. Konsentrasi pada tugas yang harus anda kerjakan, dan lakukan yang terbaik".

Nasehat bung Ferry, ternyata berlaku juga diluar arena badminton. Di rumah, di pekerjaan, di lapangan, di jalan raya, kita sering kurang focus pada apa yang harus kita lakukan, karena sibuk melihat orang lain.

1 komentar: